[Book Review] Ramadhan Tiba

ramadhan[“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu berpuasa di dalamnya. pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan; barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya, maka dia tidak memperoleh apa-apa”. (HR. Ahmad An-Nasa’i)

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya ia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum’. (HR. Aal-Bukhari)

Sering membaca cerita orang-orang yang menjalani ramadhan di luar negeri, di mana muslim adalah minoritas. Hal ini membuatku ingin merasakan menjalani ramadhan di negeri orang, melewati setiap kesulitan yang datang. Merasakan suasana baru. Dan berharap bertahan, tetap kuat seperti cerita yang aku dengar dan aku baca.

Buku antologi ini berkisah tentang serba-serbi ramadhan yang dialami oleh 10 penulisnya. Karena ini tulisan keroyokan dari FLP Jepang, rata-rata bercerita tentang pengalaman ramadhan di Jepang, ada juga cerita ramadhan di Korea dan Indonesia sendiri.

‘Celengan Ramadhan’, adalah cerita kedua dari buku ini, ditulis oleh Ayu Maulita. Penulis sudah mempersiapkan banyak hal untuk kepulangannya ke Indonesia.

“oleh-oleh menumpuk banyak kubeli sejak bulan pertama. Tempat-tempat bagus sudah banyak kusambangi untuk dipetik kenangannya. Salju dan sakura kucium dalam dalam aromanya untuk diabadikan dalam ingatan. Kulakukan itu semua karena aku akan pulang, belum tentu punya kesempatan lagi akan ke Jepang”. (hal 19)

Heemm,,,,. Kalau aku berada di posisi seperti itu, pasti aku juga akan melakukan hal yang sama. Kemudian, yang penulis renungkan adalah, “tapi untuk menghadapi ramadhan kali ini? rasanya belum banyak yang kusiapkan. (hal 19)

Ketika membaca buku ini, tiba-tiba ada inspirasi lewat. Ahhha… aku tulis target-target yang akan aku lakukan ramadhan di tahun 2015 ini. Insyaallah semoga dipertemukan kembali. Intinya, harus banyak kegiatan positif, salah satunya terlibat dalam kegiatan amal dan bakti sosial, kagiatan-kegiatan berjama’ah gitu deh. Aku ingin hidupku berarti, dan bermanfaat buat orang banyak. Aku ingin lelah karena Allah. Nabung pahala sebanyak-banyaknya. Semoga kelak menjadi pemberat timbangan kebaikanku. Aamiin.

Bukan apa-apa, dibandingkan perjuangan para penulis yang melaksanakan ramadhan di negeri yang mayoritas non muslim, mereka begitu gigih melewati ramadhan dengan penuh perjuangan. Sedangkan aku? Aku tinggal dalam zona yang begitu nyaman.

Seperti kisah para kenshusei (semacam buruh pekerja kasar) yang tetap berpuasa dalam kondisi bekerja di peternakan babi. Gak kebayang baunya. Bau kotoran babi, bau babi sendiri. Ditambah kebijakan atasan yang memberatkan.

“Bila para kenshusei bisa tetap teguh berpuasa dengan kondisi yang berat, saya yang dikaruniai lebih banyak keluangan dan kenikmatan seharusnya mampu berbuat lebih banyak, beribadah lebih khusyu, mengisi waktu selama Ramadhan dengan kegiatan yang bermanfaat. Tak ada ancaman yang saya rasakan selama ramadhan. Tak ada kekhawatiran tak ada makanan untuk berbuka. Tak ada rintangan selain kemalasan untuk memperbanyak ibadah” (hal 173)

Ada juga Ellnovianty Nine yang berpuasa ketika hamil. Awalnya ragu-ragu, apalagi ada keringanan tersendiri dari Allah bagi Bumil (ibu hamil). But, penulis bilang “aku ingin anak kami merasakan makna puasa sejak di dalam Rahim” (hal 154).

Ada cerita yang membuat terharu, yaitu Ramadhan dan Bonenkai, ditulis oleh Fithriyah Abu Bakar. Tentang sikap tolerasi teman-teman penulis yang non muslim demi menghargai para muslim dengan memasak makanan yang halal saat acara Bonenkai (perayaan tutup tahun). Mereka mau bela-belain membeli daging halal yang gak semudah di Indonesia untuk mendapatkannya, sampai cara memasaknya pun mereka perhartikan dengan benar.

Yang cukup mencuri perhatianku adalah nama Shofwan Al-Banna Choiruzzad. Aku kenal sama nama ini. teman-teman di Lembaga Dakwah Kampus sering menyebut-nyebut namanya, mahasiswa dengan banyak prestasi. Temanku, Fendi suka banget sama orang ini, sampek punya buku-bukunya.

Ohw iya, bagi orang Jepang, Danjiki (puasa) adalah tidak makan sama sekali. Perlu diingat nih mungkin somedays punya kenalan non muslim yang belum paham puasa. Puasa itu bukan tidak makan sama sekali, hanya merubah jam makan saja.

Some beautiful words

“Ketika kau ingat dia satu kali, maka ingatlah Allah 10 kali. Ketika kau ingat dia 10 kali maka ingatlah Allah 100 kali. Belum tentu dia yang terbaik bagimu. Jangan buang waktu dan kotori hati dengan hal yang belum pasti. Jangan sok tau dengan ketentuan Allah. Yakinlah bahwa Allah akan memberi yang terbaik bagimu” (hal 132, Ramadhan Merah Jambu)

“If one star falls every time we make mistake, I bet the sky is dark already now. So let’s lighten it up again by forgiving each other” (hal 281, Ritual 1 Syawal)

Informasi Buku

Judul : Ramadhan Tiba: Saatnya Wisata Kuliner Dunia, Sebuah Antologi Ramadhan

Penulis : FLP Jepang

Editor : Sri Hayati Asri, Khairi Rumantati

Desainer cover : http://www.meproduction.net

Penerbit: ERLANGGA

ISBN: 9789790332 652

312 halaman

Note: kurang suka sama covernya

sumber gambar, klik

Tinggalkan komentar